CERITA SEX - BOKEP - BOKEP INDO - BOKEP SANGE

CERITA SEX - BOKEP - BOKEP INDO - BOKEP SANGE

CERITA SEX - BOKEP - BOKEP INDO - BOKEP SANGE - CERITA SEX - BOKEP - BOKEP INDO - BOKEP SANGE
CERITA SEX - BOKEP - BOKEP INDO - BOKEP SANGE - CERITA SEX - BOKEP - BOKEP INDO - BOKEP SANGE

Persetubuhan dengan Tiga Sepupu


Sebelumnya kuperkenalkan diri namaku Rudy tinggi 170 cm berat badan 55 kg umurku sekarang 20 tahun asalku dari Sragen sekarang aku telah masuk jenjang perguruan tinggi negeri di kota Solo. Pengalaman s*ks yang pertama kualami terjadi sekitar 4 tahun lalu, tepatnya waktu aku masih duduk di bangku SMU kelas 1 berumur 16 tahun.

Karena rumahku berasal dari desa maka aku kost dirumah kakakku. Saat itu aku tinggal bersama kakak sepupuku yang bernama Mbak Fitri berusia 30 tahun yang telah bersuami dan mempunyai 2 orang putri yang masih kecil-kecil, namun di tempat tinggal bukan hanya kami berempat tapi ada 2 orang lagi adik Mbak Fitri yang bernama Wina waktu itu berumur 19 tahun kelas 3 SMK dan adik dari suami Kak Fitri bernama Asih berusia 14 tahun.

Kejadian tersebut terjadi karena seringnya aku mengintip mereka betiga saat mandi lewat celah di dinding kamar mandi. Biarpun salah satu dianatara mere
Sebelumnya kuperkenalkan diri namaku Rudy tinggi 170 cm berat badan 55 kg umurku sekarang 20 tahun asalku dari Sragen sekarang aku telah masuk jenjang perguruan tinggi negeri di kota Solo. Pengalaman s*ks yang pertama kualami terjadi sekitar 4 tahun lalu, tepatnya waktu aku masih duduk di bangku SMU kelas 1 berumur 16 tahun.

Karena rumahku berasal dari desa maka aku kost dirumah kakakku. Saat itu aku tinggal bersama kakak sepupuku yang bernama Mbak Fitri berusia 30 tahun yang telah bersuami dan mempunyai 2 orang putri yang masih kecil-kecil, namun di tempat tinggal bukan hanya kami berempat tapi ada 2 orang lagi adik Mbak Fitri yang bernama Wina waktu itu berumur 19 tahun kelas 3 SMK dan adik dari suami Kak Fitri bernama Asih berusia 14 tahun.

Kejadian tersebut terjadi karena seringnya aku mengintip mereka betiga saat mandi lewat celah di dinding kamar mandi. Biarpun salah satu dianatara mereka suadah berumur kepala 3 tapi kondisi tubuhnya sangat s*ksi dan mengga*rahkan pay*daranya montok, besar dan belahan v*ginanya woow..terlihat sangat oh..ooght nggak ku-ku bo..

Saat malam hari saat aku tidur dilantai beralaskan tikar, di ruang tamu yang gelap bersama Mbak Wina, awalnya sich aku biasa-biasa saja tapi setelah lama seringnya aku tidur bersama Mbak Wina maka aku akhirnya tak tahan juga. Malam-malam pertama saat dia tertidur pulas aku cuma berani menc*um kening dan membelai rambutnya yang harum.

Malam berikutnya aku sudah mulai berani menc*um bibirnya yang s*ksi mungil, tanganku mulai mer*mas-r*mas buah d*danya yang padat berisi lalu mem*jat-m*jat v*ginanya yang, oh ternyata empuk bagai kue basah yang..oh..oh.., aku melihat matanya masih terpejam pertanda ia masih tertidur tapi dari mulutnya mend*sah dengan suara yang tak karuan. “Ah..ught..hh..hmm” d*sahan Mbak Wina mulai terdengar.

Tanganku terus bergerilya menj*mah seluruh tubuhnya.saat aku menc*umi v*ginanya yang masih tertutup calana, ia mulai terbangun aku takut sekali jangan-jangan ia akan berteriak atau marah-marah tapi dugaan ku meleset. Ia malah berkata, “Dik teruskan.. aku sudah lama mendambakan saat-saat seperti ini ayo teruskan saja..”

Bagai mendapat angin segar aku mulai membuka t-shirt yang ia gunakan kini terpampang buah d*da yang s*ksi masih terbungkus **. **-nya lalu kubuka dan aku mulai meng*lum p*tingnya yang sudah mengeras gantian aku em*t yang kiri dan kanan bergantian.

“Mbak, maafkan aku tak sanggup menahan n*fsu b*rahiku!”
“Nggak apa-apa kok Dik aku suka kok adik mau melekukan ini pada Mbak karena aku belum pernah merasakan yang seperti ini” jawab Mbak Wina.

Setelah puas kupermainkan pay*darnya lalu aku mulai membuka rok bawahannya.biarpun kedaan gelap gulita aku tahu tempat v*gina yang menggiurkan, terus kubuka ** nya, lalu kuc*umi dengan lembut. “Cup..cup..sret.. srett”, suara j*latan lidahku.

“Ought..ought..terus Dik enak..!!” Karena takut ketahuan penghuni rumah yang lain aku dengan segera mengangkan kedua kakinya lalu kumasukkan p*nisku yang mulai tegang kedalam v*ginanya yang basah. “Ehmm..oh..ehh.. mmhh”, rintih kakakku keenakan.

Setelah kira-kira setengah jam aku mulai merasakan kenikmatan yang akan segera memuncak demikian juga dengan dia. “Crot..cret..crett.. crett”, akhirnya sp*rmaku kukeluarkan di dalam v*ginanya. “Oh..” Rupanya ia masih per*wan itu kuketahui karena menc*um bau darah segar.

“Terima kasih Dik kamu telah memuaskan Mbak, Mbak sayang padamu lain kali kita sambung lagi yach?”
“Ok deh mbak”, sahutku.

Setelah selesai memakai pakaian kembali aku dan dia tidur berpelukan sampai pagi. Sebenarnya kejadian malam itu kurang leluasa karena takut penghuni rumah yang lain pada tahu, sehingga suatu ketika kejadian itu aku ulang lagi. Masih ingat dalam ingatan hari itu minggu pagi, saat Mbak Fitri dan adiknya Asih bersama keuarga yang lain pergi ke supermarket yang tidak terlalu jauh dari rumah kami.

Karena keadaan rumah yang sepi yang ada hanya aku dan Mbak Wina, aku mulai menutup seluruh pintu dan jendela. Kulihat Mbak Wina sedang menyeterika dengan diam- diam aku memeluknya dengan erat dari balakang. “Dik jangan sekarang aku lagi nyetrika tunggu sebentar lagi yach.. sayang..!” pinta Kak Wina. Tapi aku yang sudah bern*fsu nggak memperdulikan ocehannya, segera kumatikan setrika, kuc*umi bibirnya dengan ganas. “Hm..eght.. hmm.. eght..!”

Karena masih dalam posisi berdiri sehingga tak leluasa melakukan c*mbuan, aku bopong ia menuju ranjang kamar. Kubaringkan ia di ranjang yang bersih itu lalu segera kul*cuti semua pakaiannya dan pakaian ku hinggas kami berdua tel*nj*ng bulat tanpa sehelai benang pun yang menempel.

Wow..tubuh kakakku ini memang benar sempurna tinggi 165 cm berat sekitar 50 kg sungguh sangat ideal, pay*daranya membusung putih bagaikan salju dengan p*ting merah jambu dan yang bikin d*da ini bergetar dibawah pusarnya itu lho.. bukit kecil kembar ditengahnya mengalir sungai di hiasai semak-semak yang rimbun.

Kami berdua tertawa kecil karena melihat tubuh lawan jenis masing- masing itu terjadi sebab saat kami melakukan yang pertama keadaan sangat gelap gulita tanpa cahaya. Sehingga tidak bisa melihat tubuh masing-masing. Aku mulai menc*umi muka tanpa ada yang terlewatkan, turun ke lehernya yang jenjang kukecupi sampai memerah lalu turun lagi ke pay*daranya yang mulai mengeras, kuj*lati pay*dara gantian kanan kiri dan kug*git kecil bagian p*tingnya hingga ia menggelinjang tak karuan.

Setelah puas bermain di bukit kembar tersebut aku mulai turun ke bawah pusar, ku lipat kakinya hingga terpampang jelas seonggok daging yang kenyal di tumbuhi bulu yang lebat. Lidahku mulai menyapu bagian luar lanjut ke bagian dinding dalam v*gina itu, biji kl*torisnya ku g*git pelan sampai ia keenakan menjambak rambutku.

“Ught..ugh..hah oh..oh..”d*sahan nikmat keluar dari mulut Kak Wina. Setelah kira-kira 15 menit aku permainkan v*ginanya rasanya ada yang membanjir di v*ginanya rasanya manis asin campur aduk tak karuan kusedot semua cairan itu sampai bersih, rupanya ia mulai org*sme.

Mungkin saking asyiknya kami berc*mbu tanpa kami sadari rupanya dari tadi ada yang memperhatikan perg*mulan kami berdua, Mbak Fitri dan adik suaminya, Asih sudah berdiri di pinggir pintu. Mungkin mereka pulang berdua tanpa suaminya dan kedua anaknya yang masih mampir ke rumah Pakdhenya mereka ketuk pintu tapi nggak ada sahutan lalu mereka menuju pintu daur yang lupa tak aku kunci.

Aku dan Mbak Wina kaget setengah mati, malu takut bercampur menjadi satu jangan-jangan mereka marah dan menceritakan kejadian ini pada orang lain. Tapi yang terjadi sungguh diluar dugaan kami berdua, mereka bahkan ikut nimbrung sehingga kami menjadi berempat.

“Dik main gituan kok kakak nggak di ajak sich kan kakak juga mau, sudah seminggu ini suami kakak nggak ngajak gituan”, ucap Mbak Fitri.
“Ini juga baru mulai kak!” sahutku.

“Mas aku boleh nyoba s*ks sama Mas?” tanya Asih.
“Boleh”. Aku dan Kak Wina selanjutnya menyuruh mereka berdua melepas seluruh pakaiannya.
“Ck.. ck..ck..ck..”, guman ku. Sekarang aku dikerubung 3 bid*dari cantik sungguh beruntung aku ini.

Mbak Fitri tubuhnya masih sangat kencang pay*daranya putih agak besar kira-kira 36 B v*ginanya indah sekali. Sedangkan Asih tubuhnya agak kecil tapi mulus, d*danya sudah sebesar buah apel ukuranya 34 A v*ginanya kelihatan sempit baru ditumbuhi bulu yang belum begitu lebat.

Pertama yang kuserang adalah Mbak Fitri karena sudah lama aku membayangkan bers*tubuh dengannya aku menc*umi dengan rakus p*nt*lnya kuh*sap dalam-dalam agar air s*s*nya keluar, setelah keluar kuminum sepuasnya rupanya Mbak Wina dan Asih juga kepingin merasakan air s*s* itu sehingga kami bertiga berebut untuk mendapatkan air s*s* tersebut, sambil tangan kami berempat saling r*mas, pegang dan memasukam ke dalam v*gina satu sama lain.

Setelah puas dengan permainan itu, aku meminta agar mereka berbaring baris sehingga kini ada 6 gunung kembar yang montok berada di depanku. Aku mulai meng*lum s*s* mereka satu per satu bergantian sampai 6, aku semakin beringas saat kusuruh mereka men*ngg*ng semua, dari belakang aku menj*lati v*gina satu persatu rasanya bagai makan biscuit Oreo di j*lat terus lidahku kumasukkan ke dalam v*gina mereka. Giliran mereka meng*lum p*nisku bergantian.

“Hoh.. hoo.. hh.. ehmm”, d*sah mereka bertiga. Aku yang dari tadi belum org*sme semakin buas memepermainkan pay*dara dan v*gina mereka, posisi kami sekarang sudah tak beraturan. Saling peluk c*um j*lat dan sebagainya pokok nya yang bikin puas, hingga mereka memberi isyarat bahwa akan sampai puncak.

“Dik aku mau keluar” “Mas aku juga” “Aku hampir sampai”, kata mereka bergantian.
“Jangan di buang percuma, biar aku minum!”, pintaku “Boleh”, kata Mbak Fitri. Aku mulai memasang posisi kutempelkan mulutku ke v*gina mereka satu persatu lalu kuh*sap dalam-dalam sampai tak tersisa, segarnya bukan main.

“Srep.., srep”. Heran, itulah yang ada di benakku, aku belum pernah nge-s*x sama mereka kok udah pada keluar, memang mungkin aku yang terlalu kuat. Karena sudah tidak sabar aku mulai memasukkan p*nisku de dalam v*gina Mbak Wina kugenjot naik turun pinggulku agar nikmat, sekitar 5 menit kemudian aku gantian ke Kak Fitri, biarpun sudah beranak 2 tapi v*ginanya masih sempit seperti per*wan saja.

“Dik enak.. Uh.. oh..teruss!”, d*sahnya.
“Emang kok Kak.. hh ehmm..”
“Mas giliranku kapan..?”, rupanya Asih juga sudah tak tahan.

“Tunggu sebentar sayang.” Sekitar 10 menit aku main sama Kak Fitri sekarang giliran Asih, dengan pelan aku masukkin p*nisku, tapi yang masuk hanya kepalanya.

Mungkin ia masih per*wan, baru pada tus*kan yang ke 15 seluruh p*nisku bisa masuk ke liang v*ginanya.
“Mas.. sakit.. mas.. oght.. hhohh..”, jerit kecil Asih.
“Nggak apa-apa nanti juga enak, Sih!”, ucapku memberi semangat agar ia senang.

“Benar Mas sekarang nikmat sekali.. oh.. ought..” Rupanya bila kutinggal nges*ks dengan Asih, Kak Fitri dan Kak Wina tak ketinggalan mereka saling k*lum, j*lat dan saling memasukkan jari ke v*ginanya masing-masing.

Posisiku di bawah Asih, di atas ia memutar-mutar pinggulnya memompa naik turun sehingga buah d*danya yang masih kecil terlihat bergoyang lucu, tanganku juga tidak tinggal diam kur*mas-r*mas p*tingnya dan kus*dot, kug*git sampai merah.

Karena sudah berlangsung sangat lama maka aku ingin segera mencapai puncak, dalam posisi masih seperti semula Asih berjongkok di atas p*nisku, kusuruh Mbak Fitri naik keatas perutku sambil membungkuk agar aku bisa men*tek, eh.., bener juga lama-lama air s*s*nya keluar lagi, kuminum manis sekali sampai terasa mual.

Mbak Wina yang belum dapat posisi segera kusuruh jongkok di atas mulutku sehingga v*ginanya tepat di depan mulutku, dan kumainkan kl*torisnya. Ia mend*sah seperti kepedasan. “Ah.. huah.. hm..!” Tanganku yang satunya kumasukkan ke v*gina Mbak Fitri, k*nt*lku digarap Asih, mulutku disumpal kem*luan Mbak Wina, lengkap sudah.

Kami bermain gaya itu sekitar 30 menit sampai akhirnya aku mencapai puncak kenikmatan.
“Ought.. hmm.. cret.. crot..” “Enak Mas..!” d*sah Asih.
Sp*rmaku ku semprotkan kedalam v*gina Asih dan keluarlah cipratan sp*rmaku bercampur darah menandakan bahwa ia masih per*wan.

Kami berempat sekarang telah mencapai puncak hampir bersamaan, lelah dan letih yang kami rasakan. Sebelum kami berpakaian kembali sisa- sisa sp*rma di p*nisku di j*lati sampai habis oleh mereka bertiga. Setelah kejadian itu kami selalu mengulanginya lagi bila ada kesempatan baik berdua bertiga maupun berempat.ka suadah berumur kepala 3 tapi kondisi tubuhnya sangat s*ksi dan mengga*rahkan pay*daranya montok, besar dan belahan v*ginanya woow..terlihat sangat oh..ooght nggak ku-ku bo..

Saat malam hari saat aku tidur dilantai beralaskan tikar, di ruang tamu yang gelap bersama Mbak Wina, awalnya sich aku biasa-biasa saja tapi setelah lama seringnya aku tidur bersama Mbak Wina maka aku akhirnya tak tahan juga. Malam-malam pertama saat dia tertidur pulas aku cuma berani menc*um kening dan membelai rambutnya yang harum.

Malam berikutnya aku sudah mulai berani menc*um bibirnya yang s*ksi mungil, tanganku mulai mer*mas-r*mas buah d*danya yang padat berisi lalu mem*jat-m*jat v*ginanya yang, oh ternyata empuk bagai kue basah yang..oh..oh.., aku melihat matanya masih terpejam pertanda ia masih tertidur tapi dari mulutnya mend*sah dengan suara yang tak karuan. “Ah..ught..hh..hmm” d*sahan Mbak Wina mulai terdengar.

Tanganku terus bergerilya menj*mah seluruh tubuhnya.saat aku menc*umi v*ginanya yang masih tertutup calana, ia mulai terbangun aku takut sekali jangan-jangan ia akan berteriak atau marah-marah tapi dugaan ku meleset. Ia malah berkata, “Dik teruskan.. aku sudah lama mendambakan saat-saat seperti ini ayo teruskan saja..”

Bagai mendapat angin segar aku mulai membuka t-shirt yang ia gunakan kini terpampang buah d*da yang s*ksi masih terbungkus **. **-nya lalu kubuka dan aku mulai meng*lum p*tingnya yang sudah mengeras gantian aku em*t yang kiri dan kanan bergantian.

“Mbak, maafkan aku tak sanggup menahan n*fsu b*rahiku!”
“Nggak apa-apa kok Dik aku suka kok adik mau melekukan ini pada Mbak karena aku belum pernah merasakan yang seperti ini” jawab Mbak Wina.

Setelah puas kupermainkan pay*darnya lalu aku mulai membuka rok bawahannya.biarpun kedaan gelap gulita aku tahu tempat v*gina yang menggiurkan, terus kubuka ** nya, lalu kuc*umi dengan lembut. “Cup..cup..sret.. srett”, suara j*latan lidahku.

“Ought..ought..terus Dik enak..!!” Karena takut ketahuan penghuni rumah yang lain aku dengan segera mengangkan kedua kakinya lalu kumasukkan p*nisku yang mulai tegang kedalam v*ginanya yang basah. “Ehmm..oh..ehh.. mmhh”, rintih kakakku keenakan.

Setelah kira-kira setengah jam aku mulai merasakan kenikmatan yang akan segera memuncak demikian juga dengan dia. “Crot..cret..crett.. crett”, akhirnya sp*rmaku kukeluarkan di dalam v*ginanya. “Oh..” Rupanya ia masih per*wan itu kuketahui karena menc*um bau darah segar.

“Terima kasih Dik kamu telah memuaskan Mbak, Mbak sayang padamu lain kali kita sambung lagi yach?”
“Ok deh mbak”, sahutku.

Setelah selesai memakai pakaian kembali aku dan dia tidur berpelukan sampai pagi. Sebenarnya kejadian malam itu kurang leluasa karena takut penghuni rumah yang lain pada tahu, sehingga suatu ketika kejadian itu aku ulang lagi. Masih ingat dalam ingatan hari itu minggu pagi, saat Mbak Fitri dan adiknya Asih bersama keuarga yang lain pergi ke supermarket yang tidak terlalu jauh dari rumah kami.

Karena keadaan rumah yang sepi yang ada hanya aku dan Mbak Wina, aku mulai menutup seluruh pintu dan jendela. Kulihat Mbak Wina sedang menyeterika dengan diam- diam aku memeluknya dengan erat dari balakang. “Dik jangan sekarang aku lagi nyetrika tunggu sebentar lagi yach.. sayang..!” pinta Kak Wina. Tapi aku yang sudah bern*fsu nggak memperdulikan ocehannya, segera kumatikan setrika, kuc*umi bibirnya dengan ganas. “Hm..eght.. hmm.. eght..!”

Karena masih dalam posisi berdiri sehingga tak leluasa melakukan c*mbuan, aku bopong ia menuju ranjang kamar. Kubaringkan ia di ranjang yang bersih itu lalu segera kul*cuti semua pakaiannya dan pakaian ku hinggas kami berdua tel*nj*ng bulat tanpa sehelai benang pun yang menempel.

Wow..tubuh kakakku ini memang benar sempurna tinggi 165 cm berat sekitar 50 kg sungguh sangat ideal, pay*daranya membusung putih bagaikan salju dengan p*ting merah jambu dan yang bikin d*da ini bergetar dibawah pusarnya itu lho.. bukit kecil kembar ditengahnya mengalir sungai di hiasai semak-semak yang rimbun.

Kami berdua tertawa kecil karena melihat tubuh lawan jenis masing- masing itu terjadi sebab saat kami melakukan yang pertama keadaan sangat gelap gulita tanpa cahaya. Sehingga tidak bisa melihat tubuh masing-masing. Aku mulai menc*umi muka tanpa ada yang terlewatkan, turun ke lehernya yang jenjang kukecupi sampai memerah lalu turun lagi ke pay*daranya yang mulai mengeras, kuj*lati pay*dara gantian kanan kiri dan kug*git kecil bagian p*tingnya hingga ia menggelinjang tak karuan.

Setelah puas bermain di bukit kembar tersebut aku mulai turun ke bawah pusar, ku lipat kakinya hingga terpampang jelas seonggok daging yang kenyal di tumbuhi bulu yang lebat. Lidahku mulai menyapu bagian luar lanjut ke bagian dinding dalam v*gina itu, biji kl*torisnya ku g*git pelan sampai ia keenakan menjambak rambutku.

“Ught..ugh..hah oh..oh..”d*sahan nikmat keluar dari mulut Kak Wina. Setelah kira-kira 15 menit aku permainkan v*ginanya rasanya ada yang membanjir di v*ginanya rasanya manis asin campur aduk tak karuan kusedot semua cairan itu sampai bersih, rupanya ia mulai org*sme.

Mungkin saking asyiknya kami berc*mbu tanpa kami sadari rupanya dari tadi ada yang memperhatikan perg*mulan kami berdua, Mbak Fitri dan adik suaminya, Asih sudah berdiri di pinggir pintu. Mungkin mereka pulang berdua tanpa suaminya dan kedua anaknya yang masih mampir ke rumah Pakdhenya mereka ketuk pintu tapi nggak ada sahutan lalu mereka menuju pintu daur yang lupa tak aku kunci.

Aku dan Mbak Wina kaget setengah mati, malu takut bercampur menjadi satu jangan-jangan mereka marah dan menceritakan kejadian ini pada orang lain. Tapi yang terjadi sungguh diluar dugaan kami berdua, mereka bahkan ikut nimbrung sehingga kami menjadi berempat.

“Dik main gituan kok kakak nggak di ajak sich kan kakak juga mau, sudah seminggu ini suami kakak nggak ngajak gituan”, ucap Mbak Fitri.
“Ini juga baru mulai kak!” sahutku.

“Mas aku boleh nyoba s*ks sama Mas?” tanya Asih.
“Boleh”. Aku dan Kak Wina selanjutnya menyuruh mereka berdua melepas seluruh pakaiannya.
“Ck.. ck..ck..ck..”, guman ku. Sekarang aku dikerubung 3 bid*dari cantik sungguh beruntung aku ini.

Mbak Fitri tubuhnya masih sangat kencang pay*daranya putih agak besar kira-kira 36 B v*ginanya indah sekali. Sedangkan Asih tubuhnya agak kecil tapi mulus, d*danya sudah sebesar buah apel ukuranya 34 A v*ginanya kelihatan sempit baru ditumbuhi bulu yang belum begitu lebat.

Pertama yang kuserang adalah Mbak Fitri karena sudah lama aku membayangkan bers*tubuh dengannya aku menc*umi dengan rakus p*nt*lnya kuh*sap dalam-dalam agar air s*s*nya keluar, setelah keluar kuminum sepuasnya rupanya Mbak Wina dan Asih juga kepingin merasakan air s*s* itu sehingga kami bertiga berebut untuk mendapatkan air s*s* tersebut, sambil tangan kami berempat saling r*mas, pegang dan memasukam ke dalam v*gina satu sama lain.

Setelah puas dengan permainan itu, aku meminta agar mereka berbaring baris sehingga kini ada 6 gunung kembar yang montok berada di depanku. Aku mulai meng*lum s*s* mereka satu per satu bergantian sampai 6, aku semakin beringas saat kusuruh mereka men*ngg*ng semua, dari belakang aku menj*lati v*gina satu persatu rasanya bagai makan biscuit Oreo di j*lat terus lidahku kumasukkan ke dalam v*gina mereka. Giliran mereka meng*lum p*nisku bergantian.

“Hoh.. hoo.. hh.. ehmm”, d*sah mereka bertiga. Aku yang dari tadi belum org*sme semakin buas memepermainkan pay*dara dan v*gina mereka, posisi kami sekarang sudah tak beraturan. Saling peluk c*um j*lat dan sebagainya pokok nya yang bikin puas, hingga mereka memberi isyarat bahwa akan sampai puncak.

“Dik aku mau keluar” “Mas aku juga” “Aku hampir sampai”, kata mereka bergantian.
“Jangan di buang percuma, biar aku minum!”, pintaku “Boleh”, kata Mbak Fitri. Aku mulai memasang posisi kutempelkan mulutku ke v*gina mereka satu persatu lalu kuh*sap dalam-dalam sampai tak tersisa, segarnya bukan main.

“Srep.., srep”. Heran, itulah yang ada di benakku, aku belum pernah nge-s*x sama mereka kok udah pada keluar, memang mungkin aku yang terlalu kuat. Karena sudah tidak sabar aku mulai memasukkan p*nisku de dalam v*gina Mbak Wina kugenjot naik turun pinggulku agar nikmat, sekitar 5 menit kemudian aku gantian ke Kak Fitri, biarpun sudah beranak 2 tapi v*ginanya masih sempit seperti per*wan saja.

“Dik enak.. Uh.. oh..teruss!”, d*sahnya.
“Emang kok Kak.. hh ehmm..”
“Mas giliranku kapan..?”, rupanya Asih juga sudah tak tahan.

“Tunggu sebentar sayang.” Sekitar 10 menit aku main sama Kak Fitri sekarang giliran Asih, dengan pelan aku masukkin p*nisku, tapi yang masuk hanya kepalanya.

Mungkin ia masih per*wan, baru pada tus*kan yang ke 15 seluruh p*nisku bisa masuk ke liang v*ginanya.
“Mas.. sakit.. mas.. oght.. hhohh..”, jerit kecil Asih.
“Nggak apa-apa nanti juga enak, Sih!”, ucapku memberi semangat agar ia senang.

“Benar Mas sekarang nikmat sekali.. oh.. ought..” Rupanya bila kutinggal nges*ks dengan Asih, Kak Fitri dan Kak Wina tak ketinggalan mereka saling k*lum, j*lat dan saling memasukkan jari ke v*ginanya masing-masing.

Posisiku di bawah Asih, di atas ia memutar-mutar pinggulnya memompa naik turun sehingga buah d*danya yang masih kecil terlihat bergoyang lucu, tanganku juga tidak tinggal diam kur*mas-r*mas p*tingnya dan kus*dot, kug*git sampai merah.

Karena sudah berlangsung sangat lama maka aku ingin segera mencapai puncak, dalam posisi masih seperti semula Asih berjongkok di atas p*nisku, kusuruh Mbak Fitri naik keatas perutku sambil membungkuk agar aku bisa men*tek, eh.., bener juga lama-lama air s*s*nya keluar lagi, kuminum manis sekali sampai terasa mual.

Mbak Wina yang belum dapat posisi segera kusuruh jongkok di atas mulutku sehingga v*ginanya tepat di depan mulutku, dan kumainkan kl*torisnya. Ia mend*sah seperti kepedasan. “Ah.. huah.. hm..!” Tanganku yang satunya kumasukkan ke v*gina Mbak Fitri, k*nt*lku digarap Asih, mulutku disumpal kem*luan Mbak Wina, lengkap sudah.

Kami bermain gaya itu sekitar 30 menit sampai akhirnya aku mencapai puncak kenikmatan.
“Ought.. hmm.. cret.. crot..” “Enak Mas..!” d*sah Asih.
Sp*rmaku ku semprotkan kedalam v*gina Asih dan keluarlah cipratan sp*rmaku bercampur darah menandakan bahwa ia masih per*wan.

Kami berempat sekarang telah mencapai puncak hampir bersamaan, lelah dan letih yang kami rasakan. Sebelum kami berpakaian kembali sisa- sisa sp*rma di p*nisku di j*lati sampai habis oleh mereka bertiga. Setelah kejadian itu kami selalu mengulanginya lagi bila ada kesempatan baik berdua bertiga maupun berempat.

Updated: August 28, 2024 — 3:37 am

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

CERITA SEX - BOKEP - BOKEP INDO - BOKEP SANGE © 2024 Frontier Theme